Sebagian besar orang yang sudah pernah ke Flores di Nusa Tenggara Timur, tapi seringnya cuman sampe Labuan Bajo dan Komodo. Saya juga begitu. Padahal Flores merupakan pulau yang luasnya nyaris 2,5 kali lebih besar daripada Bali. Sebenarnya setelah Komodo, saya pengen ke Danau Kelimutu. Sayangnya pada April 2015 jalannya lagi longsor sehingga tidak memungkinkan dilalui. Akhirnya saya hanya main di bagian tengah Flores aja dalam waktu 4 hari.
Saya terbang dari Denpasar menuju Ende naik pesawat Garuda Indonesia, dengan transit di Labuan Bajo sebentar. Nama Ende dulu saya dengar karena Soekarno pernah dibuang oleh Belanda ke sana. Ternyata rumah bekas tempat tinggalnya masih ada dan dijadikan museum. Rumah berkamar tiga ini pernah ditanggali Soekarno bersama Ibu Inggit pada tahun 1934-1938. Furniturnya masih terpelihara dengan baik, bahkan tapak tangan Soekarno saat sujud aja masih ada di musholanya.
Yang lebih hebat lagi adalah Taman Renungan Pancasila yang terletak 100 meter dari rumah tersebut. Tau nggak kalo Pancasila itu dirumuskan oleh Soekarno di bawah pohon sukun di situ? Dulu Soekarno mandangin sukun yang bersegi lima itu, merenungi, dan akhirnya kita semua hapal luar kepala kelima sila Pancasila. Saat ini sekelilingnya telah dijadikan taman kota dan ada patung Soekarno sedang duduk.
Sekitar setengah jam dari Ende, saya mampir ke Blue Stone Beach. Aslinya bernama Pantai Penggajawa, entah kenapa namanya berubah meski saya setuju karena namanya menjelaskan tempatnya. Ya, pantai tersebut penuh bebatuan berwarna gradasi biru! Ajaib bener! Terlihat beberapa penduduk lokal mengumpulkan bebatuan tersebut untuk dijual, konon sampai ke Jepang.
Menjelang malam, saya tiba di Riung, desa nelayan yang terletak di utara Pulau Flores. Saya menginap di Pondok SVD, sebuah hotel kecil yang dikelola oleh gereja Katolik. Keesokan paginya dengan menyewa boat, saya menyelusuri Taman Laut Riung 17 Pulau. Sebenarnya sih jumlah pulaunya ada 24 buah, namun karena 17 merupakan angka “keramat” maka penduduk setempat menyebutnya 17.
Pertama saya mampir ke Pulau Kalong atau Flying Fox Island. Saya pikir yah cuma beberapa aja kelelawarnya, ternyata ada ratusan bahkan ribuan. Kelelawar tersebut tidur terbalik pada ranting pepohonan dengan krukupan “jubah” hitam persis kayak Batman.
Setelah snorkeling di Pulau Tiga, saya ke Pulau Rutong yang tak berpenghuni. Widih,pantainya adalah salah satu yang terbaik di Indonesia untuk berenang versi saya! Airnya bening, pasirnya putih halus, pantainya landai tak berkarang dan tak berbatu, sehingga serasa berenang di kolam renang. Di belakangnya terdapat bukit yang bisa dinaiki, tapi mana mau saya manjat-manjat gitu.. mending puas-puasin berenang! Makan siang pun tinggal bakar ikan. Nikmat bener!
Sore harinya perjalanan menuju Bajawa. Sebenarnya jarak Riung-Bajawa cuman 72 km. Kalau jalan aspal mulus yah kira-kira 2 jam lah, tapi karena jalannya sempit dan agak rusak maka ditempuh dalam waktu 4-5 jam! Untungnya pemandangan keren; bukit-bukitnya kayak di film seri Teletubbies!
Sampai di Bajawa saya langsung pake jaket. Maklum, kotanya terletak di ketinggian 1.100 mdpl. Habis panas-panasan di laut, langsung terasa dinginnya udara pegunungan. Keesokan subuh, saya ke bukit Wolobolo untuk melihat matahari terbit. Dari atas bukit langsung dapat terlihat dua gunung yaitu Gunung Inerie dan Gunung Ebulobo. Warna langit yang bergradasi kuning dan merah menyembul dari gunung emang gila kerennya!
Kelar sarapan, saya berkunjung ke Desa Bena . Desa ini paling terkenal di antara para wisatawan karena paling tourist friendly; penduduknya yang sadar wisata, bisa beli langsung tenun ikatnya, dan tersedia toilet umum yang bersih. Desa megalitikum sejak 1200 tahun yang lalu ini terdiri dari 45 rumah beratap tinggi serta beberapa bangunan simbolis adat dan tumpukan batu yang merupakan makam. Di atas bukit terdapat Gua Maria yang juga merupakan view point memandang desa yang dikelilingi pegunungan ini.
Dari situ saya ke Malanage Hot Spring di tengah hutan. Biasanya kan hot spring adanya di kolam, nah yang ini ada di sungai. Uniknya, ada dua aliran air, yaitu air panas yang mengandung sulfur berasal dari Gunung Inerie dan air superdingin dari mata air. Kedua aliran itu bersatu di sebuah sungai! Berendamnya sih harus milih tempat agar suhu airnya pas hangat.
Siangnya saya ke Desa Gurusina untuk makan siang; ikan kuah kuning, ayam goreng, sayur, nasi, singkong rebus, sambal.. ah, nikmat! Desa ini meski di tanah yang rata namun dikelilingi perbukitan hijau. Biasanya wisatawan trekking dari Desa Bena ke sini, cuman saya malas karena bisa naik mobil juga kok
Sebelum kembali ke Ende, saya mampir ke Papa Wiu untuk melihat secara langsung proses pembuatan kopi mulai dipetik sampai jadi bubuk. Bajawa memang terkenal akan kopi Arabikanya yang premium. Sore itu saya pun ngopi dan membeli kopinya sebagai oleh-oleh.
Liburan singkat di Flores ini membuat saya makin cinta alam dan budaya Indonesia. Destinasi Flores pun komplit; mulai dari museum, desa adat, perkebunan kopi, hot spring, gunung, sampai pantai yang kece! Benar-benar Flores itu extraordinary!
0 komentar:
Posting Komentar